Robot Ikut Half Marathon di Beijing: Gagal Lincah tapi Bikin Sejarah!

Slamet

No comments
Robot Half Marathon Beijing
Ilustrasi (Canva)

Di tengah keanehan yang menghibur, event half marathon pertama untuk robot ini justru membuka peluang besar untuk masa depan olahraga dan teknologi.

Bayangkan kamu sedang berlari di sebuah lomba half marathon, tapi di sampingmu bukan manusia biasa, melainkan robot humanoid yang mengenakan sepatu lari Adidas. Kedengarannya seperti film fiksi ilmiah? Tapi itu benar-benar terjadi di Beijing, dalam ajang yang disebut sebagai half-marathon pertama di dunia yang diikuti oleh robot.

Ajang ini memang penuh kekonyolan — beberapa robot jatuh di garis start, satu kepalanya copot dan menggelinding, dan ada yang bahkan hancur berkeping-keping di tengah lintasan. Seperti dilaporkan Bloomberg, “Satu robot jatuh di garis start. Kepala robot lain terlepas dan menggelinding di tanah. Dan satu robot ambruk dan hancur berkeping-keping.” Tapi di balik semua itu, eksperimen ini jadi gambaran nyata bagaimana AI dan robotika mulai menjejakkan kaki di dunia olahraga.

Dari Ajang Konyol ke Uji Teknologi Nyata

Sebanyak 21 robot humanoid ikut serta, tapi hanya empat yang berhasil menyelesaikan rute sejauh 21 kilometer. Salah satunya adalah Tiangong Ultra dari X Humanoid, dengan tinggi sekitar 178 cm. Meski butuh waktu 2 jam 40 menit untuk mencapai garis finis — lebih dari dua kali lipat waktu pelari manusia tercepat — pencapaiannya cukup mencengangkan untuk sebuah robot.

Menurut laporan Engadget, “Pemenangnya — Tiangong Ultra setinggi lima kaki sepuluh inci dari X Humanoid — adalah satu dari hanya empat robot yang berhasil menyelesaikan lomba dalam batas waktu yang ditentukan.”

Robot ini harus mengganti baterai sebanyak tiga kali sepanjang lomba. Ini menunjukkan bahwa tantangan terbesar bagi robot bukan hanya soal motorik, tapi juga daya tahan energi dan kestabilan sistem. Beberapa tim bahkan mengganti robotnya di tengah perlombaan, mirip pit stop ala F1 — lengkap dengan penalti waktu. “Tim-tim diizinkan untuk mengganti baterai (Tiangong Ultra menyelesaikan lomba dengan baterai ketiga), bahkan mengganti robot di tengah lomba dengan robot cadangan, meski hal ini dikenai penalti waktu,” lanjut laporan tersebut.

Uji Coba di Dunia Nyata: Sensor, Navigasi, dan Keseimbangan

Meski terlihat seperti hiburan, lomba ini sejatinya adalah ujian nyata bagi beberapa aspek penting teknologi robotik:

  • Sensor navigasi diuji langsung dalam medan kompleks, bukan sekadar simulasi.
  • Kecerdasan buatan (AI) ditantang mengambil keputusan cepat dalam kondisi dunia nyata yang penuh variabel.
  • Kontrol motorik dan keseimbangan jadi tantangan besar — beberapa robot bahkan tumbang hanya beberapa meter dari garis mulai.

“Ajang seperti ini penting untuk meningkatkan keandalan robot dalam kondisi dinamis dan kompleks,” kata seorang ahli AI dari Tsinghua University yang turut hadir menyaksikan perlombaan.

Manusia dan Robot: Kompetisi atau Kolaborasi?

Robot-robot tersebut tidak berlari sendirian. Setiap unit didampingi oleh operator manusia. Ini menunjukkan bahwa saat ini robot masih sangat tergantung pada manusia, baik untuk pengambilan keputusan maupun pemulihan saat terjadi kegagalan.

Tapi apakah ke depan kita akan melihat robot benar-benar bersaing dengan manusia? Atau justru muncul kolaborasi unik dalam dunia olahraga? Tiangong Ultra mencatat kecepatan sekitar 8 km/jam — setara dengan jogging santai. Memang masih jauh dari kata kompetitif, tapi potensi masa depannya tak bisa dianggap remeh.

Sepatu Lari untuk Robot: Gimmick atau Teknologi?

Bukan gimmick semata, banyak robot yang benar-benar menggunakan sepatu lari manusia. Fungsinya untuk meningkatkan traksi dan menyesuaikan sistem biomekanik agar robot bisa lebih stabil. Salah satu robot bahkan mengenakan sepatu trail run — mungkin biar lebih tahan banting kalau jatuh?

“Banyak dari robot tersebut memakai sepatu lari manusia,” tulis Engadget.

Baca juga: HumanPlus: Robot Inovatif yang Bisa Meniru Gerakan Manusia

Lomba Riset, Bukan Sekadar Hiburan

Ini bukan sekadar adu cepat. Lebih dari itu, ini adalah stress test skala besar bagi teknologi robotika. Lari merupakan gerakan kompleks yang sulit direplikasi oleh mesin. Maka jika robot bisa menyelesaikan 21 km, itu bukti bahwa teknologi telah melangkah sangat jauh.

Ajang seperti ini bisa menjadi pintu masuk menuju pemanfaatan robot di banyak bidang: dari pelatihan atletik, rehabilitasi medis, hingga pendampingan dalam aktivitas harian manusia.

Meskipun mayoritas robot gagal mencapai finis, mereka sukses jadi bintang. Aksi lucu dan absurd mereka viral di media sosial. Ini jadi bukti bahwa sebuah eksperimen tidak harus sempurna untuk bisa menginspirasi.

Lomba ini bukan sekadar tentang siapa tercepat, tapi tentang siapa yang berani memulai. Dari Beijing, babak baru antara manusia dan mesin dalam dunia olahraga telah dimulai.

Ikuti Kami untuk Update Terbaru!

📢 Follow di WhatsApp 📰 Ikuti di Google News

Slamet

Slamet adalah seorang blogger yang bersemangat tentang segala hal yang berkaitan dengan Android, mulai dari aplikasi dan game terbaru hingga perkembangan kendaraan listrik seperti sepeda motor listrik.

Bagikan:

Related Post

Leave a Comment

Dapatkan Update Terbaru Langsung! OK No thanks