LifeStyle

Fenomena di Balik Sensasi Makan Makanan Pedas

179
×

Fenomena di Balik Sensasi Makan Makanan Pedas

Sebarkan artikel ini
Fenomena di Balik Sensasi Makan Makanan

Siapa yang tidak tergiur dengan sensasi menggigit makanan pedas di tengah teriknya matahari? Makanan pedas selalu memiliki tempat spesial di hati pecinta kuliner. Namun, tahukah kamu bahwa di balik sensasi nikmat tersebut tersimpan kisah dan ilmu pengetahuan yang menarik? Baru-baru ini, tiga varian mi instan Samyang dari Korea Selatan ditarik dari pasar Denmark karena kandungan cabainya yang terlalu tinggi, yang diklaim dapat menyebabkan keracunan akut. Ini bukan pertama kalinya makanan pedas dilarang; sebelumnya, Jerman juga pernah melarang penjualan keripik super pedas setelah seorang pelajar mengalami keracunan makanan dan meninggal dunia. Jadi, apa yang membuat makanan pedas begitu kontroversial dan tetap digemari? Mari kita telusuri lebih dalam.

Rahasia di Balik Rasa Pedas

Ketika kamu menggigit cabai, mulutmu akan langsung merasakan sensasi terbakar yang menyakitkan. Sensasi ini dihasilkan oleh kapsaisin, senyawa aktif dalam cabai yang berinteraksi dengan reseptor vaniloid tipe 1 (TRPV1) dalam tubuh kita. Penelitian tentang TRPV1 dan interaksinya dengan kapsaisin membawa David Julius, seorang neuroscientist, meraih Nobel Prize in Physiology or Medicine pada tahun 2021. Penelitian Julius menunjukkan bahwa TRPV1 adalah saluran ion yang diaktifkan oleh panas (lebih dari 42°C) dan rasa sakit. Ketika kapsaisin menyentuh mulut kita, TRPV1 segera diaktifkan dan mengirimkan sinyal ke otak yang diterjemahkan sebagai rasa sakit.

Mengapa Pedas Terasa Panas?

Selain rasa sakit, mengapa kita merasakan panas saat makan pedas? Ini terjadi karena TRPV1 juga menurunkan ambang sensitivitas kita terhadap suhu. Dengan demikian, meskipun suhu sebenarnya tidak meningkat, otak kita menginterpretasikan sensasi ini sebagai panas berlebihan. Itulah sebabnya mengapa kita merasa seperti mulut kita terbakar saat makan cabai.

Reaksi Tubuh Terhadap Makanan Pedas

Tubuh kita tidak hanya merasakan pedas sebagai rasa sakit dan panas, tetapi juga merespon dengan berbagai cara untuk melindungi diri. Aktivasi TRPV1 menyebabkan aliran ion kalsium yang signifikan, yang memicu pelepasan neuropeptida seperti substansi P dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP). Substansi P meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menyebabkan pembengkakan, sementara CGRP merelaksasi arteri dan meningkatkan aliran darah ke kulit, yang menyebabkan kemerahan dan keringat.

Mengapa Orang Menyukai Makanan Pedas?

Jika makan pedas begitu menyakitkan, mengapa banyak orang begitu menyukainya? Jawabannya mungkin terletak pada kombinasi faktor budaya, genetika, dan psikologis. Penelitian menunjukkan bahwa di daerah dengan iklim panas, penggunaan rempah-rempah pedas dalam makanan lebih umum karena memiliki sifat antibakteri yang membantu melindungi makanan dari pembusukan. Selain itu, makanan pedas juga dapat meningkatkan suhu tubuh, yang berguna di daerah dingin.

Genetika juga memainkan peran. Studi menunjukkan bahwa preferensi terhadap makanan pedas bisa diwariskan secara genetik. Orang yang tidak suka pedas cenderung memberikan skor lebih tinggi untuk tingkat kepedasan makanan dan lebih rendah untuk rasa nikmatnya.

Kenikmatan Makan Pedas: Antara Sakit dan Nikmat

Psikolog Paul Rozin dari Universitas Pennsylvania mengemukakan teori “masokisme yang jinak” untuk menjelaskan kenikmatan makan pedas. Menurutnya, orang menikmati sensasi makan pedas karena mereka tahu bahwa rasa sakit yang mereka rasakan tidak berbahaya. Sensasi ini menghasilkan rasa euforia yang mirip dengan adrenalin, memberikan pengalaman yang menyenangkan meskipun secara fisik menyakitkan.

Mengukur Tingkat Kepedasan

Bagaimana kita mengukur kepedasan suatu makanan? Skala Scoville (SHU) adalah alat yang digunakan untuk mengukur kandungan kapsaisin dalam cabai. Dikembangkan oleh Wilbur Scoville pada tahun 1912, metode ini awalnya didasarkan pada pengujian subjektif, tetapi sekarang lebih akurat dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Sebagai contoh, paprika memiliki nilai SHU 0, sementara cabai Carolina Reaper, salah satu cabai terpedas di dunia, memiliki nilai lebih dari 2 juta SHU.

Cara Mengatasi Rasa Pedas

Jika kamu merasa terlalu pedas, ada beberapa cara untuk meredakan sensasinya. Kapsaisin hanya larut dalam lemak dan alkohol, bukan air. Jadi, minum susu atau makan produk susu lainnya seperti yogurt bisa membantu. Produk susu mengandung kasein, protein yang dapat mengikat kapsaisin dan membantu menghilangkannya dari reseptor di mulut. Selain itu, makanan bertepung seperti nasi atau roti juga dapat menyerap kapsaisin, mengurangi durasi sensasi pedas.

Penutup

Makanan pedas menawarkan lebih dari sekadar sensasi rasa; mereka adalah contoh menarik dari bagaimana budaya, genetika, dan ilmu pengetahuan berinteraksi. Meski dapat menyebabkan reaksi fisik yang ekstrem, banyak orang menikmati tantangan dan sensasi makan pedas. Jadi, lain kali ketika kamu menikmati sepiring makanan pedas, ingatlah bahwa di balik sensasi terbakar itu terdapat sains yang kompleks dan sejarah yang kaya. Selamat menikmati, dan jangan lupa segelas susu di sampingmu!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BANYAK PROMO DAN GRATISANNYA!!!